Monday 25 October 2010

SURVIVOR LOST NOTES 002 PART 2

Sebelumnya anda mengatakan semua ini adalah awal dari peristiwa yang lebih besar. Bisa anda menjelaskan maksud anda?

Beberapa saat setelah kejadian itu, sepertinya orang-orang enggan melanjutkan pekerjaannya kembali. Mereka saling membicarakan hal tersebut. Beberapa dari mereka menanyai saya tentang itu. Tentu saja saya jawab sesuai yang saya lihat. Karena saya tak ada lagi urusan di sana, saya memutuskan untuk pulang. Namun tiba-tiba seorang karyawati berteriak sambil menunjuk ke luar jendela.

Kami ramai-ramai mendatanginya. Saat saya melihat ke jendela, saya melihat pemandangan yang kacau balau di Jalan TB. Simatupang.

Kacau balau seperti apa?

Pokoknya kacau sekali. Kericuhan besar. Orang-orang saling menyerang, saling berkejaran. Mobil-mobil dan motor tabrakan. Beberapa mobil didatangi massa. Mereka mengeluarkan penumpangnya dengan paksa untuk dikeroyok ramai-ramai. Beberapa bangunan juga terbakar. Sangat mengerikan. Rasanya seperti kerusuhan besar tahun 1998 dulu.

Jadi itu alasan anda untuk tidak pulang?

....terus terang saya tidak tahu harus bagaimana saat itu. Saya berdiri terpana melihat pemandangan di luar sana. Saya baru pertama kali melihatnya.

Bukankah anda sudah menyaksikan peristiwa 1998?

Oh bukan itu, maksud saya, saya memang pernah melihat seperti apa peristiwa 1998, tawuran pelajar, ataupun kerusuhan Tanjung Priok dan Tarakan di tahun 2010 tapi tidak separah ini. Setidaknya peristiwa-peristiwa itu masih terlihat manusiawinya tapi ini tidak. Peristiwa ini lebih sadis dan brutal. Coba anda bayangkan melihat segerombolan massa mengejar seorang wanita, kemudian mengoyak-koyak tubuhnya dengan tangan kosong lalu memakannya hidup-hidup. Dan mereka tidak memandang usia, gender, atapun status sosial. Mereka bagai hewan buas yang menyerang siapapun yang masih manusia dan mereka tak bisa dihentikan, baik itu oleh polisi huru-hara, water cannon apalagi satpol PP. Saya benar-benar merinding melihatnya. Rasa takut, marah, dan jijik bercampur aduk dalam hati dan anehnya saya tak bisa mengalihkan pandangan. Rasanya seperti melihat sifat asli dari manusia.

(Randi memejamkan mata dan menarik napas. )

Bisa anda lanjutkan cerita anda? Setelah anda menyaksikan pemandangan itu.

Saat kami sedang menyaksikan kekacauan itu, seorang karyawan berinisiatif menyalakan televisi. Kebetulan saat dinyalakan, tv itu sedang menayangkan channel berita Metronews. Kami bergegas ke sana dan melihat pemandangan yang sama dalam liputan Breaking News.

Apa katanya?

Headline-nya berjudul ”Jakarta Krisis”. Katanya kericuhan, penyerangan dan tindak kekerasan terjadi hampir di seluruh daerah di Jakarta. Korbannya mencapai ribuan dan kekacauan melanda hampir di sejumlah tempat. Gedung-gedung terbakar, lalu lintas kacau, kecelakaan di mana-mana. Bahkan tindak kekerasan terjadi di berbagai tempat, termasuk di jalanan. Pernah ketika channel itu menayangkan liputan langsung, reporter dan kru yang sedang meliput itu diserang perusuh. Di depan kamera langsung, kami melihat reporter itu meronta-ronta dan berteriak kesakitan saat dimakan hidup-hidup oleh si perusuh selama beberapa saat sebelum akhirnya gambar diganti oleh tanda gangguan teknis dan kembali ke studio.

Ya Tuhan...

Adegan itu langsung memberikan shock pada kami. Serta merta dengan rusuh kami semua mengeluarkan ponsel, berusaha menghubungi keluarga, istri, anak atau siapapun yang kami khawatirkan. Saya pun mencoba menelpon istri saya di Rawamangun namun gagal karena salurannya sibuk. Saya terus mencobanya tapi tetap tak berhasil. Tak Cuma saya, orang lain juga tidak bisa menghubungi siapapun, hanya beberapa saja yang beruntung berhasil tersambung namun itu hanya beberapa saat sebelum semua sinyal hilang secara serentak. Setelah tak bisa menggunakan ponsel, kami berebut menggunakan telefon konvensional namun sama saja. Telepon kabel dan faksimili kantor tak ada nada sambung sama sekali. Kami tak bisa melakukan komunikasi apapun. Saya tak bisa berbuat apa-apa kecuali berharap istri dan anak saya selamat.

Tak lama kemudian, listrik tiba-tiba padam dan sayup-sayup terdengar teriakan dari lantai atas disusul dengan gemuruh dan guncangan. Teriakan itu entah bagaimana menular pada kami. Orang-orang ikutan teriak histeris dan berlarian panik. Mereka bergegas menuju tangga utama untuk turun ke lantai dasar. Saya pun terbawa suasana ikut berlari namun saya urung ketika melihat kondisi tangga utama. Rangkaian tangga itu penuh sesak dengan orang-orang yang turun baik dari lantai ini ataupun di atasnya. Meski demikian mereka tak sabar. Mereka memaksakan diri berdesak-desakan, saling dorong, saling tendang dan banting. Beberapa dari mereka terinjak-injak, bahkan ada yang terjatuh dari lantai atas. Pokoknya suasana kacau sekali.

Begitu ya, tapi saya penasaran apa yang membuat anda bisa menahan diri untuk tidak ikut berebutan tangga?

Entahlah, mungkin saya melihat mereka entah mengapa hampir tak ada bedanya dengan para penyerang di luar sana. Saya hanya tak mau menjadi seperti mereka.

Jadi anda tetap bertahan di lantai itu? Anda sebenarnya berada di lantai berapa dan gedung itu ada berapa lantai?

Saya ada di lantai empat dari enam lantai. Sebenarnya saya tetap berniat untuk keluar dari sana jadi saya kembali ke ruang kerja untuk mencari tangga darurat. Ternyata masih ada sekitar enam orang karyawan di dalam. Saya juga melihat seorang karyawati meringkuk di bawah meja sambil menangis dan dihibur oleh dua orang rekannya.

Apa yang mereka lakukan?

Saya tak begitu tahu, mungkin mereka terbengong-bengong saat kepanikan terjadi.

Apa anda mengajak mereka?

Saya kurang mengenal mereka pada saat itu namun salah satunya sempat bertanya saya mau ke mana. Saat saya jawab mencari tangga darurat, semuanya jadi ikut. Kami pun bergegas menuju pintu darurat di belakang pantry. Beruntung tangga itu tak seramai tangga utama. Malah sepi seperti terlupakan oleh semua orang hanya saja gelap karena mati lampu dan pencahayaan luar minim.

Kami bertujuh menuruni tangga hingga lantai dasar dengan penerangan senter dari ponsel. Tak terdengar lagi suara gaduh seperti saat kepanikan sebelumnya. Situasi ini membuat bulu kuduk kami berdiri. Kami tak tahu apa yang terjadi di luar sana karena tidak mampir dulu ke setiap lantai yang kami lewati.

Sesampainya di lantai dasar, kami tak langsung keluar. Ada kecurigaan tentang situasi di luar sana yang kurang aman. Kami pun berembuk sejenak untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan dan akhirnya seorang karyawan bernama Andri memberanikan diri untuk membuka pintu sedikit dan mengintip keluar. Baru sebentar ia melongokkan kepala, ia sudah menutup kembali pintunya dan memberi isyarat tidak bisa keluar. Kami protes padanya, menanyakan alasan mengapa kami tidak bisa keluar tetapi ia tidak mau menjawabnya dan menyuruh kami untuk melihatnya sendiri. Karena kami semua ragu-ragu, maka saya memberanikan diri mengintip. Saat saya membuka pintu sedikit, saya melihat.....

(Randi berhenti sejenak)

....neraka. Ladang pembantaian, rumah jagal. Sebuah pemandangan yang sangat mengerikan. Semua orang terbantai, lantai lobi bersimbah darah. Para perusuh berpesta memakan orang-orang yang mencoba melarikan diri sebelumnya dan mereka melahapnya beramai-ramai seperti binatang buas yang memakan mangsanya. Isi perut terburai, organ-organ dalam berceceran, tubuh termutilasi dan sebagainya.

(Ia menutup mulutnya dan berdiam sejenak)


Lalu anda kembali ke atas?


Kami tak punya nyali untuk menerobos mereka begitu saja. Kami tak ada pilihan lain kecuali kembali ke atas namun saat saya akan menutup pintu, tiba-tiba ponsel saya berbunyi. Para perusuh seketika menghentikan pestanya dan melihat ke arah saya. Mereka lalu meraung dan berlarian menyerang saya. Saya langsung menutup pintu lalu menahannya sambil berteriak minta tolong. Tiga orang karyawan membantu saya sementara yang lain berlari panik ke atas. Perusuh di luar menggeram sambil menggedor-gedor pintu. Mereka berusaha mendobraknya. Kami sempat khawatir tidak akan kuat menahannya namun beruntung kami menemukan lemari arsip di sekitar kami. Langsung saja dua orang karyawan mendorong lemari itu menahan pintu dan kami segera lari ke lantai tiga dimana tiga orang yang lari sebelumnya berada.

Sesampainya di lantai itu, kami langsung menutup semua tangga dengan lemari, meja, kursi, dan perlengkapan lain supaya para penyerang tidak masuk. Untuk selanjutnya kami putuskan untuk bertahan di sana hingga bantuan tiba.

Mengapa anda yakin bantuan akan datang?

Karena saat ponsel saya berbunyi, masuk sebuah SMS pesan darurat dari operator. Isinya adalah himbauan untuk tidak panik dan keluar rumah atau gedung. Tutup semua pintu dan jendela lalu beri tanda SOS di tempat yang mudah terlihat karena bantuan akan datang. Kami melakukan sesuai himbauan tersebut dengan membentangkan kain bertuliskan SOS di lantai lima.

Dan mereka datang?

Ya, bantuan datang keesokan siangnya namun bukan dari pemerintah Indonesia melainkan Amerika (USAID) dengan menggunakan helikopter besar berbaling-baling ganda (Chinook). Mereka menjemput kami dengan menurunkan tiga orang petugas berpakaian pelindung dengan masker seperti di film fiksi ilmiah (Hazmat Suit). Kami pun diterbangkan dari gedung yang telah dikerubungi perusuh seperti semut.

Ke mana anda di bawa?

Saya tidak tahu. Saya tertidur di dalam helikopter dan tidak ingat apa-apa setelahnya. Begitu saya bangun, saya telah berada di tempat perlindungan Krakatau Steel Cilegon. Saya bertemu kembali dengan istri dan anak saya dalam keadaan selamat dan sehat.

Apapun yang terjadi saya sangat bersyukur pada Tuhan.

(Randi menangis haru. Wawancara selesai)

ORIGINAL CREATED BY 
ID: SILVERCOROLLA
(@taufikmaulana)

1 comment:

  1. dammit man, outstanding, as always. -LuciferScream-

    ReplyDelete