Tuesday 26 October 2010

SURVIVOR LOST NOTES 004

Sore hari itu, aku sedang bersemangat selama kurang lebih 5 hari aku dengan tekun mengejar target beberapa BAB terakhir laporan karya ilmiah yang biasa ku sebut dengan skripsi. Paragraf…demi paragraph kutulis, waktu 12 jam sepertinya tidak terasa dan sebentar lagi bagian akhir dari skripsiku selesai,  lantunan keras band tahun 80’an T-REX berjudul 20 Century Boys yang melantun melalui loudspeaker Handphoneku, mengiringi kebahagiaan sekaligus semangat dinamis masa mudaku.
 Dan Akhirnya “CTAK!” suara tuts Enter mengakhiri ekseskusi perintah “Save document” melalui software pengolah kata buatan bill gates tersebut. “YES!” aku berteriak dan segera beranjak dari tempat ku duduk dan mulai mematikan computer jadulku itu. Jam menunjukan pukul 5 sore, dan aku ingat aku mempunyai janji dengan Shiera Riana kekasihku, untuk menyaksikan film bioskop kesukaannya, katanya film ini adalah film final tentang perjuangan manusia srigala tampan dalam mempertahankan kisah cintanya yang terbagi menjadi 3 sekuel , walaupun aku tidak begitu suka dengan film drama itu, tetapi aku pun tertarik dengan kultur didalamnya.
 Ya semuanya baik..baik saja, sampai ringtone handphoneku berbunyi…tak sampai 10 detik, kuangkat handphone dan mulai terdengar suara, sepersekian detik aku masih berfikir suara siapa ini, karena nomor yang tertera sama sekali tidak tersimpan dalam nomor phonebookku…perlahan sebuah suara yang tidak asing terdengar melalui speaker tersebut, “Halo…Adi”. “iya..ini adi!?” kalimat pembuka suara tersebut adalah ”Nak..dengar baik...perkataan ibu! Jangan menyela!” ternyata suara itu adalah suara Ibuku. perasaanku tidak enak… Tak sampai 1 menit sebuah percakapan 1 arah terjadi… tanpa ada timbal balik, kudengar baik-baik apa yang telah diinstruksikan oleh Ibu. Sinyal yang lemah menggangu proses pembicaraan tersebut...
”Cepat pergi ke tempat Bapakmu..di Jogja!, Kemasi barang2 pentingmu Gunakan uang simpanan ibu didalam lemari untuk membeli tiket pesawat, kunci lemarinya ada di dekat meja rias ibu...”
”tapi..”
”Cepat lakukan setelah kau menutup telepon ini! sudah! Jangan banyak tanya!?
maafkan Ibu nak…secepatnya ibu akan bertemu denganmu di bandara”
“tapi..bu..apa yang sebenarnya terjadi..!?”
                Aku frustasi…bingung…dadaku sesak dan pikiranku dipenuhi banyak tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi. Namun ditengah kebingungan akupun melaksanakan apa yang telah Ibu Instruksikan. Aku turun dari kamarku dan segera menuju kamar Ibuku dibawah. Saat sedang membuka pintu kamar ibu, tiba-tiba saja terdengar suara keras dari luar…suara yang sangat sering ku dengar didalam film-film action Hollywood, Ya itu adalah suara Tembakan, suaranya sangat khas sekali. Aku berlari keluar, dan setelah pintu rumah ku buka, apa yang terjadi disana membuat benar-benar memperdaya mata.
Asfah, anak perempuan tetanggaku yang berumur 7 tahun dan tinggal tepat di depan rumahku, tiba-tiba saja menerjang ayahnya sendiri. Adrian adik laki-laki asfah sedang terkapar dan gemetar di lantai, ususnya terburai, dan potongan daging tubuhnya berceceran. Ternyata tidak hanya itu saja, Aku segera melangkah keluar, disana sangat ramai, ato lebih tepatnya kacau. Aku heran mengapa aku tidak dapat mendengar itu keributan itu, sejenak ku diam dan teringat atas peristiwa beberapa bula lalu saat Ibu sedang sakit, Ayah yang merasa terganggu dengan acara kenduri 3 hari 3 malamnya anak Bu Aminah, memutuskan untuk merekonstruksi ulang jendela dan tembok agar sedikit kedap suara.

Setelah sedikit berjalan Aku kini melangkah ke rumah Pak Sumantri salah satu tetanggaku yang dulu anggota TNI, bersama istrinya mereka sedang menangis karena Anak perpempuannya yang paling kecil bernama Siti ternyata tewas ditangan pak sumantri. Pak Sumantri merintih seakan tak percaya apa yang telah ia sendiri lakukan, yaitu Senapan laras panjang kesayangannya telah membunuh anaknya sendiri.

Kekacauan belum selesai, setelah tidak tega ku meliaht peristiwa itu tiba-tiba EngKoh Robin, ya begitu aku memanggilnya kepala keluarga dari etnis china yang tinggal di depan prapatan gang rumahku dan membuka took sembako itu, tiba-tiba saja menengok kearahku dengan wajah yang berbeda, wajahnya bingung!? , dan darah mengalir melalui hidungnya. Mata dan wajahnya pucat. Dalam sekejap saja ia berlari, berlari penuh…kearahku…. Jika kau sulit membayangkan, bayangkan saja adegan film Terminator 2 : Judgement Day tahun 1991 saat aktor muda Edward Furlong berperang sebagai Jhon Connor muda, dikejar-kejar oleh Robert Patrick yang berperan sebagai T-1000 dalam film Terminator, Ya seperi itu hanya ini realistis…dan bukan robot!
        
         Tak ada lagi yang kupikirkan, yang ada hanyalah berlari menuju rumahku dan mengunci semua pintu dan jendela rumahku ini. Dan Kini aku masih sembunyi. Ya sembunyi di dalam rumahku sendiri. Sembunyi dari kejaran tetangga-tetanggaku yang  berubah menjadi apa ya kata yang tepat?

BUAS!?

ya BUAS

dan mereka masih menunggu di luar, konyol memang. Di dalam kamarku aku meringkuk didalam lemari, dengan senter yang kupegang atau lebih tepatnya kugigit kutulis lebaran Catatan ini, catatan “yang mungkin” adalah catatan akhir hidupku.  Catatan akhir hidupku saat aku mulai mengubur harapan-harapanku melihat kedua orang tuaku bangga melihat anaknya diwisuda, karena dunia yang kulihat kini, perlahan berbeda.

“Ayah Ibu maafkan aku…”
AdiPrana Reksa Putra
Mahasiswa Tahap Akhir, Fakultas Ilmu Komunikasi, Univ.Budi Luhur Jakarta.

2 comments: